Jumat, 16 Oktober 2009

Mengantar Bola Buatan Indonesia ke Piala Dunia

H. Irwan Suryanto (PT Sinjaraga Santika Sport/Triple S):
Mengantar Bola Buatan Indonesia ke Piala Dunia
Meskipun tim sepakbola nasional Indonesia masih bermimpi untuk berlaga di ajang Piala Dunia, kehadiran nama negeri ini setidaknya masih terwakili oleh bola bermerek Triple S. Promosi tentang bola buatan Indonesia yang dipakai di ajang sepakbola dunia paling bergengsi ini memang sudah beberapa kali ditayangkan di TV. Namun sebelumnya, berapa banyak sih yang tahu bahwa bola yang akan dipakai superstar Inggris David Beckham atau jagoan tim Argentina Batistuta, ternyata buatan Kadipaten Majalengka, Jawa Barat?
Sukses Triple S merambah pasar global di bisnis bola, tak lepas dari kejelian dan kegigihan H. Irwan Suryanto. Mantan kondektur dan sopir angkutan umum Jurusan Bandung-Cirebon ini, mengawali bisnis pembuatan bola sejak berkenalan dengan salah seorang manajer perusahaan Korea. Kala itu, sang manajer Korea sedang memasarkan produk raket tenis melalui para pelatih tenis.
Saat itu, sekitar tahun 1993, kebetulan Irwan juga sudah berprofesi sebagai pelatih tenis dan berkali-kali duduk sebagai Ketua Pembinaan Pelti Cabang Majalengka. Dari perkenalannya dengan manajer perusahaan Korea itu, Irwan mendapat informasi tentang peluang bisnis industri bola sepak yang sangat besar, karena kebutuhan dunia sangat tinggi.
Maklum, permintaan bola sepak di dunia saat itu sekitar 150 ribu/hari hanya dicukupi pasokan dari Pakistan dan Cina. Pakistan merupakan pemasok terbesar, sekitar 70%, disusul Cina 10%, dan sisanya negara-negara lain, seperti Vietnam, yang juga melihat industri ini bisa dikembangkan dari industri rumahan yang menyerap banyak tenaga kerja.
Irwan menilai industri bola sepak akan sangat cocok dengan kultur masyarakat Majalengka yang cenderung komunal. Meskipun ada beberapa industri yang lebih dulu berkembang, seperti industri gula, kondisinya saat itu mulai lesu dan akan dipindahkan ke luar Jawa. Industri genting tradisional yang sempat lumayan terkenal, juga mulai limbung. Sementara itu, sektor pertanian tak bisa diandalkan karena tanah di Majalengka dan sekitarnya relatif kurang subur. Biasanya, saat musim penanaman usai, kaum lelaki Majalengka segera hengkang ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan dan kembali saat musim panen menjelang.
Didukung keinginan yang kuat untuk memajukan tempat kelahirannnya dan sekaligus menyediakan lapangan kerja buat masyarakat, Irwan memulai bisnis bola sepaknya tahun 1995 dengan modal pinjaman bank sebesar Rp 300 juta, dengan bendera PT Sinjaraga Santika Sport -- disingkat Triple S, yang kemudian menjadi merek produknya. Ia memulai bisnisnya dengan mengirim sekitar 20 pemuda Majalengka magang tak resmi di perusahaan pembuat bola milik PMA Korea di Jakarta. Merekalah yang kemudian menjadi pelopor pengembangan industri bola di Kadipaten Majalengka.
Lambat tapi pasti, usahanya mulai memperlihatkan kemajuan. Sampel produksi bolanya yang pertama, diperkenalkannya ke berbagai kalangan dan mendapat sambutan positif. Lewat bantuan seorang rekannya, Irwan juga turut memperkenalkan produk bolanya ke pasar Korea. Ternyata, kualitas bola buatannya tidak terlalu mengecewakan. Pesanan dari Negeri Ginseng lewat perusahaan Korea di Jakarta segara datang untuk memenuhi kebutuhan bola di sana.
Awalnya, pola bisnis yang dianut Irwan adalah sistem makloon Artinya, ia hanya mengerjakan bola berdasarkan pesanan, dan soal pemasaran menjadi urusan perusahaan pemesannya. Namun, setelah dua tahun berjalan, ia menilai sistem ini tak banyak mendatangkan keuntungan buat dirinya. Maklum, marginnya lebih banyak diambil pemasarnya.
Irwan kemudian mulai meretas jalan sendiri dengan memutuskan hubungan dengan perusahaan Korea yang selama ini menampung bola produksinya. Ia pun bertekad mengeskpor sendiri bola produksinya. Kendalanya waktu itu, ia tidak punya pengalaman ekspor dan sama sekali tak tahu prosedurnya.
Beruntung, berkat bantuan Yayasan Dharma Bhakti Astra, Irwan mendapatkan pelatihan ekspor, dukungan pendanaan dalam bentuk modal ventura, dan berbagai bantuan lainnya. Ia juga rajin mengikuti berbagai pelatihan, sehingga paham seluk-beluk bisnis perdagangan internasional.
Kini, bola produksi Kadipaten Majalengka itu sudah dieskpor ke mancanegara, seperti Singapura, Dubai, Kanada, Malaysia, dan yang paling membanggakan menjadi bola resmi yang digunakan di Piala Dunia Prancis 1998, serta Piala Dunia 2002 di Jepang-Korea Selatan, mendatang.
Selain ketekunannya menggeluti bisnis, faktor keberhasilan bisnisnya yang lain adalah upayanya yang terus-menerus untuk belajar lewat berbagai pelatihan serta faktor kualitas produk. Untuk urusan yang satu ini, Irwan tak main-main. Pasalnya, negara-negara di Eropa sebagai tujuan ekspor Triple S tidak mau begitu saja menerima bola produksi negara-negara lain seperti Indonesia sebelum produk bola tadi lolos uji bebas dari bahan beracun, ramah lingkungan, dan memenuhi standar keselamatan dan kontrol kualitas yang ketat.
Ternyata, memang, produk bola yang kini dipasarkan Koperasi Sinar Jaya Kadipaten yang dipimpin istri Irwan, Hj. Pepen Supartini ini, telah mengantungi sertifikat Commodity of Europe (CE). Sertifikat ini diberikan setelah sekitar 20 bola yang dikirim Irwan dan dites di lab di Eropa terbebas dari kandungan zat berbahaya Mercuri, dan memenuhi faktor keselamatan. Pengujiannya bukan itu saja. Secara mendadak, pabriknya diinspeksi dua kali oleh rombongan tim penguji dari Italia dan Hong Kong yang melakukan penilaian pada 9 aspek kontrol kualitas. Seluruhnya ternyata lolos uji.
Saat ini, meski bola produksinya telah merambah berbagai negara, Irwan masih memiliki obsesi memasarkan produknya di pasar lokal. Alasannya, selain pasarnya potensial, ia juga ingin produk yang dibuatnya tak asing di negerinya sendiri. Upaya ini telah dirintisnya dengan memasarkan bola lewat kerjasamanya dengan berbagai supermarket besar di Tanah Air. Selain itu, ia juga sempat prihatin, karena niatnya membantu pembinaan sepakbola nasional -- minimal dengan mendistribusikan bola buatannya lewat instansi pemerintah -- kurang mendapat tanggapan.
Irwan pernah punya pengalaman pahit tentang hal ini. Suatu waktu, saat berkesempatan bertemu dengan presiden saat itu, Soeharto, ia menyampaikan keinginannya membantu penyediaan bola untuk keperluan pembinaan sepakbola di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Presiden saat itu langsung mengintruksikan agar pejabat terkait di instansi teknis membuka jalan dan memberi bantuan sepenuhnya terhadap upaya sosial itu. Namun sayang sekali, di tingkat departemen, upayanya ini kandas. Beberapa kali, ia mengajukan permohonan bertemu dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tapi tak pernah kesampaian, karena alasan kesibukan sang menteri.
Irwan dan istri hanya dapat bertemu dengan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, yang malah menguliahinya panjang lebar tentang sistem pendidikan. Padahal, ia saat itu hanya ingin menyumbang bola produksinya agar dapat digunakan di sekolah-sekolah. "Saya malah seperti pengemis," kenangnya, pahit.
Nah, pasar lokal menjadi incaran Irwan, bukan tanpa alasan. Kapasitas produksi Triple S saat ini yang sebesar 20 ribu/bulan bisa ditingkatkan, mengingat kapasitas produksi perusahaannya sebenarnya bisa mencapai 100 ribu bola/bulan.
Kini, Ayah tiga anak -- Vivi Sofiana Mariska (lulusan Jurusan Teknik Informatika ITB), Berni Riana (semester akhir Seni rupa ITB) dan Jefry Romdloni (lulusan Pondok Pesantren Darussalam Gontor) -- ini sedikit-sedikit mulai mempercayakan pengelolaan perusahaan pada anak-anaknya. Contohnya, soal perencanaan pemasaran dan pemanfaatan TI secara optimal, seperti yang disarankan anak pertamanya Vivi, kini tengah jadi perhatian Irwan. Sementara Bernie kini mulai dipercaya ikut menangani desain.
Irwan sadar, keberhasilannya bisa didapat dengan dukungan seluruh karyawan PT Sinjaraga dan para perajin yang memasok bola kepadanya. Untuk mensyukurinya, ia merasa sudah sepantasnya memberikan perhatian yang besar kepada para karyawannya, di antaranya dengan memeberi paket renumerasi di atas rata-rata UMR Kadipaten Majalengka, pemberian tunjangan kesehatan, dan seluruh karyawannya diikutsertakan dalam program dana pensiun dan Jamsostek.
Boleh dibilang, Irwan saat ini sudah mulai menuai hasil jerih payahnya membangun industri bola di kota kelahirannya. Di kantornya yang berdekatan dengan lokasi pabriknya di Desa Liangjulang, Kadipaten Majalengka, terpambang fotonya berdampingan dengan beberapa pejabat tinggi, antara lain dengan Habibie (ketika itu Presiden RI) dan Megawati Sukarnoputeri (masih menjabat Wapres RI). Rekaman foto ini, setidaknya ikut menunjukkan kiprah Irwan, yang memang tak bisa dipandang sebelah mata.
Alamat : Jl. Liangjulang 104, Kadipaten, Majalengka, Jawa Barat. Telepon : (0233) 661514. Faksimil : (0233) 661719.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Siang bpk.irwan
Saya lagi cari bola bayak untuk eksport
Saya harus hub ke siapa dan bagaimana orosedur pemesananny trimakasih